"Pesek,gendut tapi cantik itu Cuma kamu"
"Kurus,item tapi ganteng itu juga Cuma
kamu"
Panggilan
itu yang selalu membuat tawa kita pecah. Aku dan Aldi adalah sahabat sejak lama.
Orangtua kami mempunyai satu bisnis yang sukses dan bisa dibilang aku dan Aldi
termasuk kedalam keluarga bagian atas.
Setiap pagi
sebelum sekolah Aldi selalu menjemputku untuk berangkat bersama. Semenjak masuk
SMA aku udah gapernah naik jemputan lagi karna sekarang kemana-mana pasti aku
selalu dianter Aldi. Entah kenapa sudah hampir 6 tahun aku kenal Aldi tapi
hubungan kita hanya sebatas sahabat namun aku merasakan perasaan lain kalo liat
mata Aldi.
"Sek,pesek sarapan dulu yuk laper
nih" seru Aldi sambil menyetir
"Ntar kita telat,dii. Nanti siang
aja aku temenin"
"Okelaahh"
Ohiya nama
ku Adrelina Putri biasa dipanggil Lina tapi kalo sama Aldi aku lebih sering
dipanggil pesek,gendut atau bahkan pipi tembem. Dia memang selalu menghina ku
padahal aku ga merasa gendut tapi dia selalu berkata bahwa aku gendut. Aku kelas
11 SMA berarti itu 2 SMA. Aku baru akrab dengan Aldi sejak masuk SMA karna baru
di SMA aku satu sekolah sama si kurus itu. Nama panjang nya Muhammad Aldi
Sebastian,dia tinggi,kurus,cool,sedikit ganteng dan kata orang-orang sih senyum
nya manis. Aldi termasuk anak eksis di sekolah karna dia kapten basket disini
dan Aldi termasuk idaman banyak perempuan di sekolah makanya aku sering kena
terror sama cewek-cewek ganas yg suka sama Aldi hahaha.
“Lina mana sih...” seperti biasa
Aldi menunggu ku di parkiran
“Dor..maaf lama aku abis dari perpus
tadi ga ada guru terus aku ngelanjutin skenario yang mau aku kirim ke penerbit
deh hehe”
“Yeee si pesek gaya nih. Yaudah ayo
janji nya mau temenin makan kan?”
“Traktir aku yaaaaaaa!!!”
“Iyeee sek” aldi mencubit pipi ku
lalu tersenyum.
Akhirnya aku
dan Aldi pu menuju ke mall yang cukup terkenal di jakarta.
“Eh di,masa aku diterror terus sama
Meita anak 11 berapa tuh?’
“Meita anak cheers itu? Yg suka sama
aku? Buahahahahaha”
“Iyaa di dia suka sama kamu. Sumpah bawel
banget!”
“Kenapa dia lin? Gangguin kamu? Nanti
aku tegor deh”
“Yagitu dia nge-chat aku di facebook
katanya dia gasuka aku deket-deket sama kamu padahal aku udah bilang kalo kita Cuma
sahabatan. Ih bete”
“Hahahahahaha aduh resiko cowok
ganteng nih,Lin”
“Halah mulai kan pede nya keluar. Item
aja bangga kamu ini”
“Yeuu ngeledek si pesek” Aldi
mencubit hidung Lina
“AAAAAHHH sakit tauuu. Gausah pegang-pegang
hidung deh.Mahal!”
“Gaya mu aku turunin nih disini”
“Ehiya enggak di bercanda ih”
“hahahaaha iyaiya sek”
Sepanjang
perjalanan dan saat makan pun kami selalu tertawa,seakan semua menjadi lucu
ketika kita bersama. Tapi ada sedikit rasa yang aku rasakan. Rasa nya tak
mungkin kita kenal sejak 6tahun tapi Aldi gapernah bilang kalo dia sayang sama
aku sebagai yang lain dari sahabat yaitu pacar. Aku menunggu? Bisa dibilang
seperti dulu. Dulu saat kelas 10 aku sempet punya pacar dan semenjak aku punya
pacar Aldi jadi menjauh dan aku rasa dia menjauh karna dia cemburu tapi
ternyata dia menjauh karna takmau menggangu kebahagianku. Inikah yang biasa
orang sebut Friendzone? Rasanya gak pantes aku ngomong aku suka dia duluan
karna aku tau kalo dia menolak ku aku ga akan berani buat ketemu dia lagi dan
itu akan membuat kita menjauh pasti nya.
“Makasih di atas traktiran dan
tumpangan nya hehe mau mampir?”
Iyaaa lin. Gausah next time. Besok weekend
kan? Aku jemput jam 12 ya besok”
“Mau ngapain di? Kamu selalu
mengganggu tidur ku di weekend”
“Yakan daripada kamu tidur terus ga
ada kerjaan mending ikut aku”
“Kemana?”
“Ke lubuk hatimu yang paling dalam. Ok
besok aku jemput ya. Aku pulang dulu. Byeee” suara Aldi terdengar sangat lembut
dan dia tersenyum sambil melambaikan tangan lalu memundurkan mobil kecil nya itu.
“Okee see you!”
Seperti
biasa sampai rumah kerjaan ku hanya membuka kembali laptop ku dan meneruskan skenario
yang ingin aku kirim ke penerbit. Cita-cita ku adalah menjadi penulis hebat dan
terkenal hingga aku bisa membanggakan orangtua ku. Berhubung aku anak satu-satu
nya jadi aku gakmau mengecewakan ayah dan bunda.
“Lin” bunda mengetuk pintu kamarku
“Iyaaa bun masuk aja”
“Kamu lagi apa nak? Udah makan?”
“Ini bun lagi nerusin tulisan
skenario aku yg mau aku kirim ke penerbit. Tadi aku udah makan kok sama Aldi”
“Asik,kamu jadian ya sama Aldi?”
bunda sering meledek ku seperti ini.
“Walah bunda,bunda aku gak jadian
kok. Lagian Aldi mana suka sama cewek
kutu buku kaya aku wong dia ketua tim basket. Malu-maluin bun kalo dia
pacaran sama aku”
“Lina,bunda kasih tau ya kamu ini
cantik nak,berbakat dalam hal menulis bukan berarti kamu kutu buku kan? Bunda yakin
Aldi pasti menyimpan rasa sama kamu Cuma Aldi belum menemukan waktu yg tepat
untuk menyatakan nya sama kamu” bunda mengelus rambut panjangku sambil
tersenyum manis.
“Hem.......tapi Lina gak yakin bun. Jujur
lina emang suka sama Aldi tapi aku kan ga mungkin bun ngomong duluan. Gengsi berat
bun”
Tiba-tiba
telfon rumah berbunyi di sela-sela pembicaraan bunda dan Lina.
“Nanti kita lanjut lagi bunda angkat
telfon dulu ya lin. Selamat menulis sayang” bunda keluar kamar ku dan menutup
nya lagi.
Saat bunda
keluar perasaan ku mulai gak enak apalagi setelah itu aku melihat update-an tweet
terbaru Aldi dia update tweet “Gak bisa tapi harus bisa” ada apa sama Aldi? Perasaan
ku makin ga enak lama kelamaan. Aku diam lalu mencoba telfon Aldi tapi tak ada
jawaban. Kemana anak ini? Gak biasa nya dia ga angkat telfon ku biasa nya
langsung telfon balik. Kacau perasaan ku makin ga enak aku harus tanya Bunda.
“Bunda” aku memasuki ruang tamu.
“Sini nak.kenapa? mau lanjut ngobrol
yang tadi?”
“Nggak bun tadi siapa yang telfon?”
“Ibu Rike,mamah nya Aldi”
“Aldi? Kenapa bun sama dia? Dia sakit?
Kecelakaan?”
“Astagfirullah enggak sayang”
“Terus kenapa bun cerita yang
jelas!!”
“Jadi minggu ini Aldi mau persiapan
pindah ke Amsterdam. Soalnya ayah nya Aldi ada kerjaan disana dan mau ga mau
Ibu Rike dan Aldi harus ikut tinggal disana”
“Amsterdam? Bunda bercanda ya?”
“Nggak sayang. Tadi ibu rike telfon
dia bilang ingin memutuskan bisnis mereka dengan ayah mu karna ternyata bisnis
ayah nya Aldi jauh lebih sukses di banding bisnis yang kita jalani. Kamu gatau
emang? Kok aldi gak kasih tau kamu?”
“Hah........” muka Lina langsung
memerah dan rasanya dia ingin langsung memeluk aldi dan meminta aldi untuk
tidak pergi. Aku pun langsung naik ke atas menuju kamarku dan mengunci nya
“Lina kamu kenapa nak?” bunda
berusaha mengejarku tapi aku lebih cepat.
Aku
menangis. Seakan ada sesuatu yang hilang. Aku takbisa membayangkan bagaimana
nanti aku tanpa Aldi? Orang yang selalu bersamaku saat sedih maupun
senang,orang yang selalu menghapus airmataku,orang yang selalu membuatku tertawa,orang
yang seakan sudah aku anggap sebagai bagian dari hidupku.
“Apa karna Aldi ingin pindah makanya
dia mengajak ku pergi besok. Aku gak tau harus ngomong apa sama Aldi. Aku
rasa.............aku ga akan kuat kalo ga ada dia” aku terus menangis sambil
berharap bahwa ini mimpi buruk.
..............................................................................................................................
“Kamu mau kemana lin? Tumben weekend
gini kamu mandi” seru Bunda sambil menjemur pakaian di halaman belakang
“Aku diajak Aldi jalan-jalan bu”
suaraku melemah mengingat bahwa bisa saja ini pertemuan terakhir ku dengan aldi
“Yasudah dandan yang cantik ya. Bunda
mau ke tetangga dulu. Have fun sayang”
“Iya bun”
Aku langsung
menuju kamar dengan wajah yang tak seperti biasa nya. Muram dan sangat galau. Bisa
dibilang seperti itu raut wajahku. Aku langsung mengganti pakaian ku dan
bersiap menunggu Aldi datang.
Tiba-tiba
suara klakson mobil terdengar. Aku langsung memakai flatshoes ku dan langsung
menuju kebawah.
“Kenapa telfon ku semalem ga di
angkat?” tanyaku sedikit ketus
“Maaf pesekk aku lupa telfon balik
soalnya batre ku low. Aku abis basket makanya ga angkat telfon kamu. Maaf yaaa.
Sekarang kita have fun aja yuk”
Aku terdiam
memandang wajah Aldi yang sangat ceria. Aku harus ngomong sama aldi soal
kepergian dia ke Amsterdam tapi mungkin nanti karna aku gakmau merusak
kebahagian aldi hari ini.
“Kamu mau ajak aku kemana?” tanyaku
“Kemanapun sesuka mu”
“Lho aku kan diajak kamu kok kamu
malah nanya balik” jawabku ketus
“Kamu kenapasih Lin? Kok ketus
banget sama aku. Tumben”
Aku gak
mungkin jujur sekarang sama Aldi.
“Nggakpapa maaf aku lagi bete”
jawabku sedikit berat
“Kenapa lin?”
“Bisa kita berhenti di suatu tempat?
Aku mau bicara serius sama kamu”
“Oke. Kita ke cafe biasa aja ya”
Aku harus
bisa bicara serius sama Aldi. Aku harus bicara soal kepindahan nya ini. Kenapa dia
gapernah ngomong sama aku? Aku cukup kecewa.
“Kamu mau ngomong apa Lin?” tanya
Aldi.
“Di,kamu mau jujur kan sama aku?”
“Serius amatsih muka nya hahaahah”
“Di,please aku lagi serius jangan
bercanda”
“Iyaiya lin aku mau jujur kok bahkan
aku jujur terus sama kamu.kenapasih?”
“Kamu mau pindah ya ke Amsterdam?”
wajahku mulai muram.
Aldi pun
terdiam dengan muka yang di tundukan kebawah
“Di,jawab aku!”
“Maaf lin aku gapernah cerita soal
ini sama kamu. Iya aku mau pindah ke amsterdam lusa. Aku udah ngurus semua
surat-surat kepindahan aku. Makanya aku ajak kamu jalan hari ini buat ngomongin
soal kepergian aku. Maafin aku lin. Aku juga gamau sebenernya tapi......ini
karna ayahku. Aku juga gamau ninggalin kamu lin”
Aku menangis
mendengar suara lembut Aldi sambil memegang tanganku. Aku gemeteran,terasa
sangat sakit jika aku berpura-pura merelakan kepindahan aldi ini.
“Lin..udah dong jangan nangis. Maafin
aku.....”
Aku langsung
memeluk aldi sambil menangis
“Aku sayang kamu,di. Maaf aku baru
bisa ngomong sekarang. Aku rasa aku bakal kejebak dalam friendzone lagi. Aku tau
aku salah ngomong ini duluan tapi ini bakal jd pertemuan terakhir kita di. Aku
sayang kamu” aku berbicara sambil menahan rasa malu karna aku menyatakan
perasaan ku duluan
“Lin.........tapi aku....”
“Iya aku tau kamu gasuka sama
aku,kamu Cuma anggep aku adek kamu doang kan? Iya gapapa di yang penting aku
udah jujur sama perasaan aku sendiri”
Aku melepas
pelukan itu dan mencoba menghapus airmataku
“Lin maafin aku.aku juga sayang sama
kamu walaupun ga sebesar kamu sayang sama aku. Aku janji kita bakal terus
telfon-telfoan dan aku juga janji setiap liburan aku akan main ke jakarta”
Aku hanya
tersenyum. Aku belajar banyak dari kisah Friendzone ini. Harusnya aku tau bahwa
dari awal bahwa aku gaboleh terlalu banyak berharap dari orang yang hanya
mengganggap ku tak lebih dari seorang teman/sodara. Ini perjalan hidupku yang
takpernah aku lupakan. Semoga janji Aldi untuk terus mengabari ku tidak hanya
janji. Semoga kalian juga belajar dari kisahku.